Ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi
kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa
depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat
terpenuhi. Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati,
dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya. Akan
tetapi, usaha kita gagal, hendaknya kita tidak berputus asa.
Dalam menjalankan kehidupan, Allah memerintahkan kita untuk terus
berusaha memberikan yang terbaik. Manusia terbaik adalah yang terus
bergerak, memanfaatkan setiap potensi yang dia miliki untuk
kehidupannya. Keseimbangan hidup di dunia dan akhirat haruslah
diupayakan, sebagaimana yang sering kita dengar: “Berbuatlah untuk duniamu seolah kamu hidup selamanya, dan berbuatlah untuk akhiratmu, seolah kamu mati esok hari”.
Untuk mencapai kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat, kita perlu berusaha dan berupaya atau dengan kata lain, ber-ikhtiar,
sebanyak yang kita mampu. Setelah semua ikhtiar kita lakukan, maka
saatnyalah kita serahkan semua keputusan kepada Sang Penguasa Hidup,
Allah SWT. Penyerahan diri ini disebut sebagai Tawakal.
Secara definitif, tawakal berarti penyandaran, penyerahan dan
mempercayakan suatu perkara kepada pihak lain. Seorang muslim yang
tawakal adalah yang menyerahkan, menyandarkan dan mempercayakan kepada
Allah SWT atas segala yang sudah dilakukannya.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa tawakal erat kaitannya dengan usaha atau ikhtiar.
Tawakal tidak sama dengan pasrah. Tawakal adalah sebuah tindakan
aktif, sementara pasrah adalah tindakan pasif. Pasrah adalah seperti
daging yang teronggok di atas meja, siap diolah apa saja oleh
pemiliknya. Tawakal sama sekali tidak seperti itu. Tawakal mensyaratkan
adanya upaya kreatif dari pelakunya.
Dalam Al-Quran, ada banyak ayat yang berbicara mengenai tawakal ini,
setidaknya, ada 70 ayat. Di antara ayat-ayat tersebut adalah QS. Ali
‘Imran/3 ayat 159, yang berbunyi:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
(Fa idza ‘azamta fatawakkal ‘alallahi innallaha yuhibbul mutawakkilin)
Artinya: Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa tawakal dilakukan setelah kita
berikhtiar melakukan yang terbaik sebanyak yang kita sanggup lakukan.
Sabar adalah kemampuan menunda kesenangan, dan menjalani yang ada dengan penuh ketekunan. Syukur
adalah kemampuan menerima yang ada sebagai yang terbaik dari Allah, dan
yakin bahwa Allah tidak mungkin salah dalam menempatkan hambanya.Ikhlas adalah kemampuan menjalankan yang ada tanpa perlu pujian dari manusia, murni mengharapkan ridha Allah.
Tawakal bukan perkara mudah, tidak hanya perbuatan bibir saja tetapi
ini Amalan Hati. Ciri orang yang benar-benar bertawakal adalah :
1) Selalu ingat Allah (berdoa) sebelum dan sesudah berusaha/ihtiar
2) Meraih hasil dengan usaha yang benar dan jujur
3) Setuju dengan apapun hasil yang didapat (baca : bersyukur)
4) Selalu introspeksi (musabah), menjauh dari sikap menyalahkan orang lain atau bahkan berprasangka buruk kepada Allah sang penentu hasil.
Sobat, dibawah ini adalah beberapa langkah-langkah dalam bertawakal dengan sebenar-benarnya.
Pertama, Harapan Keyakinan itu HANYA pada Allah.
Mengantungkan harapan hanya kepada Allah semata, dengan
mengikhlaskan/meluruskan niat amalan hanya kepada Dzat yang maha
menepati harapan. Dan tempat dari point pertama ini berada di awal
perbuatan, selama perbuatan, dan pada akhir segala perbuatan.
“The higher your expectation is, the more pain you’ll get“,
semakin besar rasa pengharapanmu, maka akan semakin besar pula rasa
sakit yang akan kau dapat. Dan jika kita menggantungkan pengharapan
kepada mahluk yang bernama manusia, maka bersiap-siaplah untuk mengalami
rasa kecewa, sebab manusia adalah tempatnya khilaf/salah.
اللَّهُالصَّمَدُ
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (QS. Al Ikhlas: 2)
Kedua, berjanji untuk selalu BERSYUKUR
Kita memang tidak pernah bisa mendapatkan setiap hal yang kita
inginkan, namun kita akan selalu bisa mensyukuri setiap hal yang kita
dapatkan. Dengan bersyukur, kita telah menjadi pribadi yang bermental
positif, karena yakin bahwa Allah pasti memberi hal yang terbaik.
Bukankah Allah teramat sayang kepada hamba-hambaNya?
dan bukankah ia pasti kan memberikan segala yang terbaik untuk hamba-hambaNya?
Dan bukankah kita yakin bahwa Allah maha menepati janji?
Dengan bersyukur, kita bisa melihat kebaikan dari segala sesuatu.
Karena bisa jadi, hal yang menurut kita mengecewakan merupakan suatu hal
yang terbaik untuk kita. Dan belum tentu, apa yang kita harapkan,
merupakan hal yang baik bagi kita. Allah Maha Mengetahui yang terbaik
bagi hamba-Nya.
Ketiga, berlaku selalu SABAR
Jika hal yang menimpa diri kita berupa musibah kesusahan yang
akhirnya akan menggoreskan kekecewaan dalam diri, maka sebagai seorang
muslim, kita diwajibkan untuk bersabar.
عَنْصُهَيْبِالرُّوْمِيِّرضقَالَ: قَالَرَسُوْلُاللهِص: عَجَبًاِلاَمْرِاْلمُؤْمِنِ،اِنَّاَمْرَهُلَهُكُلَّهُخَيْرٌ،وَلَيْسَذلِكَِلاَحَدٍاِلاَّلِلْمُؤْمِنِ. اِنْاَصَابَتْهُسَرَّاءُشَكَرَفَكَانَخَيْرًالَهُ. وَاِنْاَصَابَتْهُضَرَّاءُصَبَرَ،فَكَانَخَيْرًالَهُ. مسلم
Dari Shuhaib Ar-Rumiy RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda,
“Sungguh mengagumkan urusannya orang mukmin itu, semua urusannya menjadi
kebaikan untuknya, dan tidak didapati yang demikian itu kecuali pada orang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan dia bersyukur, maka yang demikian itu menjadi kebaikan baginya. Dan apabila dia ditimpa kesusahan ia bershabar, maka yang demikian itu pun menjadi kebaikan baginya”. [HR. Muslim]
Sabar bukan berarti hal yang pasif saja, sabar juga bersifat
proaktif. Karena sabar terdiri dari tiga hal, sabar dalam menghadapi
MUSIBAH, sabar dalam mengerjakan KEBAIKAN, dan sabar dalam menahan diri
dari mengerjakan perbuatan MAKSIYAT. Jangan pernah menangisi nasi yang
telah menjadi bubur, namun berilah ia bumbu, kecap, kacang, dan kerupuk,
agar bisa menjadi bubur yang lezat. Dan sungguh, kesabaran hanya akan
menambahkan pahala kebaikan pada diri kita.
”Seorang hamba yang ditimpa musibah, lalu mengucapkan inna
lillahi wa inna ilaihi raji’un, llahumma’jurni fi mushibati wa ahlif li
khairan minha (sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nyalah kita
dikembalikan. Ya Allah, berilah aku ganjaran dalam musibahku ini dan
berilah ganti kepadaku dengan yang lebih baik darinya), niscaya Allah
akan memberi ganjaran padanya dalam musibahnya dan akan menggantikan
dengan yang lebih baik darinya.” (HR Muslim).
Keempat, Selalu Mengadakan Perbaikan (Muhasabah)
Manusia adalah ciptaan Allah paling sempurna dari makhluk lain.
Tetapi manusia juga ditakdirkan berpotensi melakukan kesalahan. Baik
karena ketidaktahuan atau dosa kesengajaan. Seorang Muslim yang bertaqwa
akan selalu introspeksi yang intinya adalah mengganti keburukan yang
telah lampau dan menambah kebaikan-kebaikan yang sudah dilakukan.
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُوااتَّقُوااللَّهَوَلْتَنْظُرْنَفْسٌمَاقَدَّمَتْلِغَدٍوَاتَّقُوااللَّهَإِنَّاللَّهَخَبِيرٌبِمَاتَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.Al-Hasyr [59]:18).
Allah berikan nikmat tidak sesuai harapan, bisajadi karena kurang
maksimal dalam usaha atau sebagai bentuk ujian peringatan Allah. Allah
berikan nikmat yang sesuai harapan atau berlebih, maka Allah menunggu
apa yang akan dilakukan dengan hasil itu.
InsyaAllah jika kita selalu introspeksi maka kita akan termasuk
orang-orang yang selalu meningkatkan kualitas iman, selalu berpikir
positip kepada Allah dan pantang untuk putus asa. Kita berdo’a kepada
Alloh agar dikuatkan dan dimudahkan dalam bertawakal kepada-Nya. Wallohu a’lam.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »